Bong pay adalah salah satu tradisi pemakaman khas masyarakat Tionghoa yang sarat akan makna budaya, spiritualitas, dan penghormatan terhadap leluhur. Lebih dari sekadar batu nisan, bong pay mencerminkan nilai dan simbol tertentu bagi masyarakat Tionghoa. Meski begitu, tradisi ini sudah mulai mengalami pergeseran karena perbedaan kepercayaan yang dianut masyarakat Tionghoa modern di Indonesia. Nah, untuk melestarikan dan mempertahankan budaya ini, mari mengenal lebih jauh mengenai bong pay terlebih dulu!
Bong pay berasal dari dua kata: bong yang berarti “kuburan”, dan pay yang berarti “batu bertulisan”. Jadi, bong pay merupakan bangunan makam lengkap dengan batu nisan bertuliskan nama mendiang dan silsilah keluarga.
Bila di Indonesia umumnya makam tradisional memiliki nisan yang sederhana, bong pay memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan tampak lebih megah. Biasanya, bong pay terbuat dari batu alam seperti granit, marmer, atau batu kali yang kokoh dan tahan lama. Bentuk, ukuran, dan ornamen pada bong pay memang bertujuan untuk menunjukan status sosial dan ekonomi keluarga mendiang. Hal ini karena dalam budaya Tionghoa, makam bukan sekadar tempat perisitrahatan terakhir, melainkan juga simbol kehormatan, cinta, dan status sosial. Karena itu, tak heran bila masyarakat Tionghoa yang mampu secara finansial akan membuat bong pay semewah mungkin. Apalagi, dalam tradisi Tionghoa, makam dianggap sebagai rumah abadi bagi leluhur, sehingga pembuatannya pun harus dilakukan secara teliti dan penuh penghormatan.
Secara umum, bong pay dibagi menjadi dua jenis utama berdasarkan jumlah liang makam:
Merupakan jenis bong pay dengan dua liang untuk satu gundukan tanah, biasanya untuk suami dan istri. Sianggong melambangkan kesetiaan pasangan hingga akhir hayat, dan lebih banyak dipilih karena nilai filosofisnya.
Hanya memiliki satu liang makam dan diperuntukkan bagi individu. Jenis ini lebih sederhana, tetapi tetap dibuat dengan penuh makna dan perhitungan.
Dalam kepercayaan Tionghoa, posisi dan arah makam sangat mempengaruhi keberuntungan keturunan sehingga pembuatan bong pay pun tidak boleh dilakukan sembarangan. Oleh sebab itu, butuh perhitungan Feng Shui sesuai energi mendiang, karena kesalahan dalam penentuan arah dan posisi makam dipercaya dapat membawa dampak buruk bagi generasi penerusnya.
Secara struktur, tulisan pada batu nisan bong pay memiliki aturan tata letak dan pembacaan tersendiri, biasanya ditulis dari kanan ke kiri dan dari atas ke bawah. Bong pay tradisional terdiri dari empat bagian utama:
Memuat informasi waktu pembuatan bong pay, seringkali menggunakan sistem kalender kekaisaran, tahun shio, musim, dan bulan.
Berisi nama lengkap mendiang, gelar, status sosial, dan diakhiri dengan karakter “?” (makam). Biasanya diawali dengan istilah seperti Xian Kao (mendiang ayah) atau Xian Bi (mendiang ibu).
Menyebutkan asal kampung halaman, dinasti keluarga, atau peristiwa penting dalam kehidupan leluhur.
Mencantumkan nama anak-anak dan cucu, sebagai pihak yang membangun bong pay. Dalam beberapa kasus hanya dituliskan simbol sebagai pengganti nama mereka.
Warna tulisan juga memiliki arti: nama orang yang masih hidup wajib ditulis dengan tinta merah, sedangkan tulisan lainnya bisa menggunakan tinta emas atau hitam.
Bagi umat Khonghucu, bong pay adalah simbol cinta bakti anak kepada orang tua, sekaligus tempat penghormatan kepada arwah leluhur. Kunjungan dan sembahyang rutin di makam merupakan bentuk ketaatan spiritual dan budaya yang tinggi, sehingga pembuatan bong pay menjadi hal sakral dan wajib dipenuhi oleh anak keturunan.
Sementara itu, umat Kristen Tionghoa cenderung memaknai bong pay sebagai penanda keberadaan makam. Fungsi utamanya adalah sebagai pengingat silsilah keluarga. Mereka tidak lagi mengikuti aturan feng shui maupun perhitungan rumit dalam pembuatan bong pay.
Bong pay adalah warisan budaya Tionghoa yang tidak hanya berfungsi sebagai makam, tetapi juga sebagai simbol sosial, estetika, dan bentuk penghormatan mendalam kepada leluhur. Dari pemilihan lokasi, ukuran, hingga tata letak tulisan semuanya sarat makna dan filosofi, terutama bagi mereka yang masih memegang teguh ajaran Khonghucu.
Namun, pergeseran nilai dan adaptasi budaya telah mengubah cara sebagian masyarakat Tionghoa dalam memandang dan memaknai bong pay saat ini. Meski demikian, bong pay tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya Tionghoa yang kaya dan penuh makna.
Di tengah perkembangan zaman yang sudah modern ini, sebenarnya masih banyak keluarga Tionghoa di Indonesia yang tetap menjaga tradisi dengan merancang makam leluhur dengan penuh perhitungan, termasuk dalam pemilihan lokasi dan desain. Karena itulah San Diego Hills Memorial Park hadir dengan menyediakan Garden of Prosperity & Joy sebagai area khusus bernuansa Tionghoa dengan fasilitas lengkap serta pemandangan yang asri dan tenang.
Tak hanya itu, di Chinese Garden ini Anda bisa mendapatkan pemakaman semi bong pi bergaya modern yang sesuai dengan prinsip feng shui. Bukti cinta dan hormat kepada leluhur Anda pun akan dijaga dan dirawat selamanya tanpa tergerus oleh waktu.
Anda tertarik dan ingin mendapat informasi mengenai San Diego Hills lebih jauh? Hubungi Helly, Sales Manager San Diego Hills dengan klik tombol WhatsApp sekarang juga!
Sumber: